Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diskriminasi dan Ketidakadilan terhadap Kaum Marjinal di Indonesia

Di balik slogan pembangunan dan kemajuan, tersembunyi kenyataan pahit yang dialami oleh jutaan rakyat kecil. Mereka yang kerap disebut sebagai kaum marjinal, buruh harian, pemulung, masyarakat adat, warga miskin kota, perempuan kepala keluarga, hingga penyandang disabilitas adalah korban dari sistem sosial dan kebijakan yang tidak berpihak.



Diskriminasi yang Terstruktur dan Terbiasa

Diskriminasi terhadap kaum marjinal bukan hanya bersifat kasuistik, melainkan sistemik. Ia terstruktur dalam berbagai aspek kehidupan,

  • Di lingkungan pendidikan, anak-anak dari keluarga marjinal kerap dianggap bodoh, kotor, dan “tidak pantas” berada di sekolah yang sama dengan anak-anak dari keluarga mampu. Akibatnya, mereka tersisih secara sosial maupun akademik, bahkan sebelum sempat berkembang.
  • Dalam dunia kerja, kaum marjinal dianggap tidak layak mendapatkan pekerjaan layak. Mereka hanya diberi ruang di sektor informal, tanpa kontrak kerja, tanpa upah minimum, tanpa jaminan keselamatan kerja. Ketika terjadi kecelakaan atau PHK, tidak ada perlindungan.
  • Dalam pelayanan publik, diskriminasi terasa saat mereka dipersulit mengakses layanan kesehatan, administrasi kependudukan, atau bantuan sosial, hanya karena domisili tidak jelas, penampilan tidak sesuai, atau “tidak tahu cara bicara yang sopan”.
  • Dalam hukum, mereka kerap dikriminalisasi. Contohnya, pedagang kecil yang ditertibkan paksa, pemulung yang dianggap mengganggu ketertiban, atau warga miskin yang dituduh mencuri hanya karena berada di tempat yang “salah”.


Ketidakadilan yang Terus Dibiarkan

Ketidakadilan terhadap kaum marjinal bukan semata akibat kelalaian, tapi karena pembiaran yang sudah berlangsung lama:

  • Ketimpangan akses terhadap tanah, pendidikan, dan lapangan kerja dibiarkan terus melebar.
  • Anggaran negara lebih banyak mengalir ke proyek besar yang tak menyentuh kehidupan kaum marjinal secara langsung.
  • Kebijakan sosial sering bersifat sementara dan karitatif, bukan jangka panjang yang memberdayakan.

Ironisnya, ketika kaum marjinal menyuarakan haknya, mereka dianggap mengganggu ketertiban atau dituduh melawan negara.


Mengapa Ini Harus Diubah?

Karena setiap bentuk diskriminasi adalah pengingkaran terhadap kemanusiaan. Kaum marjinal bukan objek belas kasihan. Mereka manusia, warga negara, yang punya hak hidup layak, dihormati, dan dilibatkan.

Menghapus diskriminasi berarti membongkar sistem yang menindas dalam diam. Membangun keadilan berarti memberi ruang, suara, dan peluang kepada mereka yang selama ini dibungkam dan disingkirkan.

Diskriminasi terhadap kaum marjinal bukan mitos. Ia nyata, hidup, dan menyakitkan. Dan selama sistem terus menutup mata, luka itu akan tetap menganga. Tugas kita melalui suara, tulisan, dan tindakan adalah memastikan mereka tak lagi dipinggirkan di negeri sendiri.


#SuaraKaumMarjinal
#MelawanDiskriminasi
#KeadilanSosial
#LawanKetidakadilan
#JanganPinggirkanMereka
#MarginalMagazine
#HidupLayakUntukSemua
#RakyatKecilBerhak
#TanpaDiskriminasi
#BersamaKaumTertindas

Posting Komentar untuk "Diskriminasi dan Ketidakadilan terhadap Kaum Marjinal di Indonesia"