Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Nyata Mantan Milyarder yang Terjatuh dan Bangkit

CERITA DARI JALANAN

DIAM-DIAM LANGIT BERBALIK

Oleh Marginal Magazine

Di bawah jembatan di salah satu wilayah di Pandeglang, Banten, di antara lalu lalang kendaraan dan panas debu kota, duduklah seorang lelaki tua bersandar pada gerobak kecil berisi botol-botol air mineral. Ia terlihat seperti penjual kaki lima biasa. Namun jika kamu sempat duduk bersamanya, kamu akan tahu: lelaki ini menyimpan sebuah cerita besar yang telah patah.

Namanya Bapak Anwar. Wajahnya bersih, bajunya lusuh namun tetap disetrika rapi. Tutur katanya lembut, tetapi menyimpan jejak masa lalu yang pernah sangat berbeda.

"Kuring baheula boga tilu kantor. Di Serang, di BSD, jeung di Medan," ceuk Bapak Anwar bari ngahuleng.

> "Saya dulu punya tiga kantor. Di Serang, BSD, dan Medan," kata Bapak Anwar sambil termenung.

"Mobil mah aya lima. Imah? Ulah ditanya-tanya deui."

> "Mobil saya ada lima. Rumah? Jangan ditanya lagi."

"Kuring nyangka mah kaluwarga bakal tetep ngadeukeutan. Tapi nyatana, mun duit geus leungit, asih oge ngaleungit," ceuk manehna bari seuri pait.

> "Saya pikir keluarga akan tetap dekat. Tapi nyatanya, saat uang hilang, kasih sayang pun ikut menghilang," katanya dengan senyum getir.

"Anaking, nu baheula nyarita 'Abi reueus boga bapa saperti anjeun', ayeuna mah ngomongna, 'Tong ngaku-ngaku bapa abdi deui'. Haté kuring... dirempug, dirogrog."

> "Anakku, yang dulu bilang 'Aku bangga punya ayah seperti Bapak', sekarang malah berkata, 'Jangan mengaku-ngaku jadi ayah saya lagi'. Hati saya... dirobek, dikoyak." 

"Mun henteu keur kahayang hirup, meureun kuring geus lungkrah ti baheula. Tapi aya nu disebut kahormatan. Jelema mah kudu bisa ngajaga eta, sanajan hirup geus dirampas."

> "Kalau bukan karena keinginan untuk tetap hidup, mungkin saya sudah menyerah sejak dulu. Tapi ada yang namanya kehormatan. Manusia harus bisa menjaga itu, walau hidup telah dirampas." 

"Unggal peuting kuring nulis. Sakedik-sakedik, ngeunaan kahirupan, ngeunaan luka, jeung pangharepan. Mun aya nu maca engké, mugia eta tulisan bisa jadi panginget, yén hirup mah henteu salawasna di luhur."

> "Setiap malam saya menulis. Sedikit demi sedikit, tentang kehidupan, luka, dan harapan. Kalau suatu saat ada yang membacanya, semoga tulisan itu bisa jadi pengingat bahwa hidup tak selamanya di atas."

"Jang, mun hiji waktu maneh jadi jelema gede, tong poho kana nu keur kénéh di handap. Jeung mun maneh ragrag, tong sieun. Tapi tong antosan jelema nulungan. Geura hudang sorangan."

> "Nak, jika suatu saat kamu jadi orang besar, jangan lupakan mereka yang masih berada di bawah. Dan kalau kamu terjatuh, jangan takut. Tapi jangan menunggu orang lain menolongmu. Bangkitlah sendiri."

Bapak Anwar adalah potret nyata bahwa kaum marjinal tidak selalu berasal dari bawah. Ia adalah cermin bahwa sistem sosial kita bisa mencampakkan siapa saja ketika sudah dianggap tidak ‘produktif’.

Kisahnya adalah peringatan, bahwa siapa pun bisa terhempas. Dan bahwa kemanusiaan sejati diuji bukan saat kita berada di puncak, tapi saat kita melihat yang tersungkur—dan memilih untuk tidak membiarkannya sendiri.

---

Cerita ini didedikasikan untuk semua yang terpinggirkan, tak terlihat, namun tak pernah menyerah. Disuarakan oleh Marginal Magazine untuk mengingatkan:

bahwa hidup harus tetap berpihak pada kemanusiaan.

Kisah Nyata Mantan Milyarder yang Terjatuh dan Bangkit di Pandeglang


Posting Komentar untuk "Kisah Nyata Mantan Milyarder yang Terjatuh dan Bangkit"