Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teori Kaum Marjinal

Teori-Teori Kaum Marjinal - Membongkar Akar Ketimpangan Sosial

Teori-Teori Kaum Marjinal - Membongkar Akar Ketimpangan Sosial

Artikel ini merupakan kelanjutan dari pembahasan sebelumnya mengenai siapa dan bagaimana posisi kaum marjinal di Indonesia. Untuk membahasnya lebih dalam, kita akan melihat beberapa teori dari para pemikir dunia yang dapat menjelaskan ketimpangan sosial.

Ilustrasi Kaum Marjinal

1. Teori Konflik (Conflict Theory)

Oleh: Karl Marx

Karl Marx menjelaskan bahwa ketimpangan muncul karena adanya pertarungan antara kelas dominan (borjuis) dan kelas tertindas (proletar). Dalam konteks marjinalisasi, kelompok marjinal adalah mereka yang tidak memiliki akses terhadap alat produksi, kekuasaan, dan sumber daya. Mereka hidup dalam bayang-bayang kelas dominan yang mengontrol segala lini kehidupan.

“Kaum marjinal adalah produk langsung dari sistem kapitalis yang eksploitatif.”

Relevansi saat ini: Di Indonesia, teori ini terlihat pada ketimpangan antara pengusaha besar dan buruh, atau antara pemilik lahan dan petani penggarap.

Teori Marjinalisasi

2. Teori Labeling (Labelling Theory)

Oleh: Howard Becker

Teori ini menjelaskan bahwa seseorang menjadi marjinal bukan karena perilakunya semata, tapi karena label sosial yang ditempelkan oleh masyarakat dominan. Misalnya, anak jalanan dianggap "nakal" atau "bermasalah" padahal mereka adalah korban dari kemiskinan struktural.

“Label menciptakan identitas sosial yang menyudutkan.”

Contoh nyata: Stigma terhadap komunitas LGBTQ+, pengguna narkoba, atau orang dengan gangguan jiwa.

3. Teori Interseksionalitas (Intersectionality Theory)

Oleh: Kimberlé Crenshaw

Teori ini menunjukkan bahwa marjinalisasi terjadi secara bertumpuk, seperti pada perempuan miskin dari suku minoritas yang juga penyandang disabilitas. Ketimpangan yang mereka alami saling berkelindan dan memperparah eksklusi sosial yang mereka hadapi.

Kenapa penting: Interseksionalitas membantu kita memahami bahwa perjuangan kaum marjinal tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

Oleh: Andre Gunder Frank

Teori ini melihat marjinalisasi sebagai akibat dari ketergantungan ekonomi antara negara pusat (maju) dan negara pinggiran (berkembang). Di tingkat lokal, ini bisa dilihat dalam hubungan antara kota dan desa, atau pusat dan daerah tertinggal.

Aplikasi lokal: Desa-desa terpencil di Indonesia yang tidak mendapat akses internet, pendidikan, dan infrastruktur, akibat dari sistem pembangunan yang tersentralisasi.

5. Teori Eksklusi Sosial (Social Exclusion Theory)

Oleh: Amartya Sen & European Thinkers

Teori ini menekankan bagaimana institusi dan kebijakan negara bisa mengecualikan kelompok tertentu dari akses terhadap hak dasar seperti pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan, dan tempat tinggal. Ini adalah bentuk kekerasan struktural yang halus namun berdampak dalam jangka panjang.

Konteks Indonesia: Banyak komunitas adat yang digusur demi proyek-proyek infrastruktur, tanpa kompensasi yang adil.

Saatnya Bergerak dari Teori ke Aksi

Pemahaman terhadap teori-teori kaum marjinal ini penting sebagai dasar perjuangan sosial yang lebih terstruktur. Namun, teori tidak cukup tanpa aksi. Kita perlu mendorong kebijakan yang berpihak, media yang berpihak, dan solidaritas lintas kelompok marjinal agar perubahan sosial yang sejati bisa terjadi.

Artikel ini lanjutan dari artikel sebelumnya tentang Suara yang Terpinggirkan, Identitas yang Terlupakan

#MarginalVoice #TeoriKaumMarjinal #Marjinalisasi #SosialPolitik #KarlMarx #HowardBecker #Intersectionality #AmartyaSen #KemiskinanStruktural #SolidaritasMarjinal #MarginalMagazine

Posting Komentar untuk "Teori Kaum Marjinal "