Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjuangan Hidup Driver ojek online

Sehari dalam Hidup Sopir Ojek Online Marjinal: Harapan dan Risiko

Sehari dalam Hidup Sopir Ojek Online Antara Harapan dan Risiko

Hidup di kota besar sering kali tampak gemerlap dari luar. Gedung-gedung menjulang, jalan raya ramai dengan kendaraan, dan orang-orang bergegas mengejar waktu. Namun, di balik hiruk-pikuk itu ada kehidupan lain yang penuh perjuangan, salah satunya adalah mereka yang bekerja sebagai sopir ojek online. Bagi sebagian besar masyarakat kelas menengah ke atas, ojek online adalah solusi cepat, murah, dan praktis. Tapi bagi para sopirnya, pekerjaan ini adalah medan pertempuran sehari-hari antara harapan, risiko, dan kenyataan yang kadang tidak sesuai impian.

Mesin Dihidupkan, Harapan Dimulai

Jam masih menunjukkan pukul 5 pagi ketika suara alarm ponsel berbunyi. Bagi seorang sopir ojek online marjinal, waktu ini adalah awal dari perjuangan panjang. Sarapan seadanya, mungkin hanya kopi hitam dan roti tawar, lalu langsung bersiap-siap mengenakan jaket hijau yang menjadi identitasnya. Motor tua yang sudah menempuh ribuan kilometer dipanaskan sebentar, lalu gas pertama hari itu dimulai.

Harapan selalu hadir di pagi hari. Harapan dapat order cepat, harapan mendapat penumpang yang ramah, harapan agar mesin motor tidak mogok, dan harapan agar bisa membawa uang cukup untuk membeli beras sebelum malam tiba. Semua itu jadi bahan bakar utama selain bensin yang harganya terus naik.

Panas, Persaingan, dan Risiko di Jalan

Menjelang siang, realita semakin keras. Matahari terik membakar aspal, dan jumlah ojek online di jalan membuat persaingan semakin sengit. Ada ribuan driver lain yang berebut order dalam sistem algoritma aplikasi. Kadang butuh waktu lama untuk dapat penumpang. Dalam kondisi ini, banyak sopir memilih mangkal di dekat pusat perbelanjaan atau perkantoran dengan harapan peluang lebih besar.

Risiko di jalan raya juga tidak kecil. Sopir ojek online harus menghadapi kemacetan parah, pengendara lain yang ugal-ugalan, bahkan risiko kecelakaan. Ada pula resiko penumpang nakal, dari yang tidak bayar, memberikan rating buruk tanpa alasan, hingga yang mencoba berbuat jahat. Semua ini dihadapi dengan rasa waspada, karena di satu sisi butuh penghasilan, di sisi lain harus tetap selamat.

Lelah yang Tertunda

Menjelang sore, tubuh mulai terasa lelah. Namun, lelah bukan alasan untuk berhenti. Ada keluarga yang menunggu di rumah, ada cicilan motor yang harus dibayar, dan ada kebutuhan dapur yang tidak bisa ditunda. Bagi sopir marjinal, berhenti terlalu cepat berarti kehilangan kesempatan untuk menambah pemasukan.

Banyak dari mereka yang memilih melanjutkan hingga malam, karena jam pulang kantor biasanya memberi peluang lebih banyak order. Tapi di balik itu, rasa letih semakin menumpuk. Sering kali makan siang diganti dengan rokok atau kopi sachet dari warung pinggir jalan. Semua dilakukan demi menekan pengeluaran agar lebih banyak uang bisa dibawa pulang.

Pulang dengan Rasa Campur Aduk

Malam tiba, lampu kota menyala. Di sinilah biasanya seorang sopir mulai menghitung hasil hariannya. Ada yang tersenyum kecil karena berhasil membawa pulang lebih dari target, ada juga yang hanya bisa menghela napas karena pendapatan tidak sebanding dengan tenaga dan bensin yang dikeluarkan. Realita yang pahit namun harus tetap diterima.

Tidak jarang, sopir pulang dengan tubuh pegal, kulit wajah terbakar matahari, dan kantong yang hanya terisi cukup untuk bertahan sehari atau dua hari ke depan. Tapi meski begitu, rasa lega tetap ada karena setidaknya mereka bisa kembali ke rumah, bertemu keluarga, dan istirahat sebentar sebelum esok kembali berjuang.

Harapan di Balik Risiko

Meski pekerjaan ini penuh risiko, para sopir ojek online tetap memelihara harapan. Ada yang berharap bisa menabung untuk pendidikan anak, ada yang bermimpi bisa membeli motor baru agar lebih nyaman, ada juga yang sekadar ingin keluar dari jeratan hutang. Harapan ini yang membuat mereka tetap kuat, meski kenyataan kadang jauh dari ideal.

Selain itu, solidaritas antar driver juga menjadi salah satu penyemangat. Di pinggir jalan atau warung kopi, mereka saling berbagi cerita, saling menguatkan, bahkan saling membantu jika ada yang kesulitan. Dari sini kita bisa melihat sisi manusiawi yang jarang terekspos: bahwa di balik helm dan jaket hijau, ada hati yang tulus dan perjuangan yang nyata.

Pekerjaan Informal yang Dianggap Remeh

Banyak orang masih memandang pekerjaan ojek online sebelah mata. Sebagian menganggapnya sebagai pekerjaan "sambil lalu" atau tidak butuh keahlian. Padahal, jika kita terjun langsung, ada banyak keahlian yang justru terasah: kemampuan membaca peta kota, keterampilan komunikasi dengan berbagai tipe penumpang, serta daya tahan fisik dan mental yang luar biasa.

Pekerjaan informal seperti ini menjadi salah satu tulang punggung perekonomian kota besar. Tanpa mereka, mobilitas warga akan terganggu. Bayangkan jika tidak ada driver yang siap mengantar di tengah hujan deras atau di malam hari ketika angkutan umum sulit ditemukan. Kehadiran mereka jelas vital, meski sering kali tidak mendapat penghargaan yang layak.

Masa Depan Ojek Online dan Kehidupan Marjinal

Pertanyaan terbesar adalah: bagaimana masa depan para sopir ini? Dengan ketergantungan pada aplikasi dan sistem yang terus berubah, posisi mereka sangat rentan. Jika ada perubahan algoritma atau kebijakan perusahaan, penghasilan bisa langsung terjun bebas. Hal ini menambah ketidakpastian bagi mereka yang sudah hidup dalam kondisi marjinal.

Namun, ada juga peluang. Seiring berkembangnya teknologi, ojek online kini tidak hanya soal antar-jemput penumpang. Ada layanan pesan makanan, belanja kebutuhan, hingga pengiriman barang. Diversifikasi ini memberi ruang untuk menambah penghasilan. Walau tentu, beban kerja pun ikut bertambah.

Sebuah Refleksi

Sehari dalam hidup sopir ojek online marjinal adalah gambaran nyata tentang ketahanan, harapan, dan risiko di kota besar. Mereka adalah pekerja informal yang menopang mobilitas jutaan orang, meski hidup mereka sendiri sering kali berada di tepi jurang ketidakpastian. Dari cerita mereka, kita bisa belajar arti perjuangan, kesabaran, dan solidaritas.

Jadi, lain kali ketika kita naik ojek online, mungkin ada baiknya kita menyapa dengan ramah, memberikan rating yang adil, atau sekadar mengucapkan terima kasih. Hal kecil itu bisa berarti besar bagi mereka yang setiap hari berjuang di jalan demi harapan sederhana: hidup lebih baik untuk diri sendiri dan keluarga.

Ditulis untuk Marginal Society - Mengangkat Suara yang Tersisih

Posting Komentar untuk "Perjuangan Hidup Driver ojek online"